Konsep Routing Pada Delay Tolerant Network


Untuk mengetahui apa itu Delay Tolerant Network (DTN), anda bisa lihat postingan saya di blog ini, pada page Research dan TA. Namun, disini saya bahas lagi sedikit ya.

Delay Tolerant Network merupakan arsitektur jaringan, dimana pada jaringan tersebut tidak selalu terdapat koneksi end-to-end dalam waktu yang relatif lama. Pada jaringan wireless, node-node dapat bergerak kesana kemari, hingga pada suatu saat tidak terdapat koneksi end-to-end. Pada kondisi ekstrim ini, data tidak dapat dikirimkan dengan menggunakan TCP/IP.

 

Gambar 1 . data source harus memiliki koneksi end-to-end ke node destination, pada jaringan klasik.

 

Gambar 2.Suatu saat, karena mobilitas node-node, tidak terdapat koneksi end-to end dari data source ke destination. Node destination tidak dapat dijangkau.

 

 

Karena kondisi DTN yang berbeda dengan jaringan klasik itulah maka diperlukan algoritma routing dengan konsep yang berbeda pula. Konsep routing yang selama ini kita pelajari memerlukan koneksi end-to-end yang exist. Algoritma routing memiliki tugas untuk menentukan mana path terbaik dari data source ke destination dari sejumlah path yang tersedia di jaringan. Artinya, saat algoritma routing klasik bekerja, dia harus sudah mengetahui pilihan path yang tersedia di jaringan, dari data source menuju ke destination. Apa jadinya jika sebuah jaringan tidak selalu memiliki path dari data source ke destination pada suatu waktu? Algoritma klasik ini tidak dapat melakukan forwarding data sampai ke tujuan. Jika mengetahui bahwa tidak ada path ke destination, maka data yang hendak dikirimkan akan didrop. Pada kondisi jaringan ekstrim, dimana koneksi end-to-end tidak selalu ada, konsep routing harus diubah dengan harapan paket masih bisa dikirimkan walaupun koneksi end-to-endnya kadang terputus lama.

 

Pada DTN, algoritma routing yang dijalankan tidak menuntut koneksi end-to-end selalu ada. Tiap nodenya akan memutuskan sendiri apakah node tersebut harus melakukan forwarding pesan ke node lain yang ditemuinya, ataukah disimpan terlebih dahulu. Keputusan yang mempengaruhi node tersebut melakukan forwarding pesan atau tidak tergantung metric yang digunakna oleh algoritma routing itu. Bisa saja keputusan tersebut tergantung probabilitas bertemunya sebuah node  dengan node tujuan pengiriman data, posisi node terhadap node tujuan, prioritas pesan yang dibawa dibandingkan dengan ketersediaan memori, node relay yang pertama ditemui, seluruh node yang ditemui, dan lain sebagainya.

 

Contoh kasus

Node A ingin mengirimkan pesan ke node D, dimana pada jaringan terdapat node wireless A, B, C dan D yang selalu bergerak. Saat node A bergerak, ternyata bertemu dengan node B. Node A akan memforward pesan tersebut ke node B. Pada saat ini, node B akan membawa pesan tersebut bersamanya, sampai nanti node B bertemu dengan node lain yang dapat dijadikan kandidat node relay berikutnya, misalnya node C. Pesan yang diforward ke node C tersbut kini akan dibawa oleh node C sampai node C bertemu dengan node lainnya yang dapat dijadikan kandidat node relay berikutnya, atau bahkan bertemu langsung dengan node tujuan pesan tersebut, yaitu node D. Pesan yang dibawa oleh node-node itu bisa terjadi dalam waktu yang lama. Hal ini berbeda dengan jaringan TCP/IP, dimana delay maksimum yang dialami oleh paket dibatas dalam waktu yang sangat singkat, bisa dalam orde milisecond. Jika melebihi waktu yang ditentukan, paket yang belum bertemu dengan node destinasi itu akan didrop dari jaringan.

 

 


Leave a Reply